Ketika Kesuksesan Menjadi Kegagalan di Mata Tuhan

10:08:00 PM
Ketika Kesuksesan Menjadi Kegagalan di Mata Tuhan



Dimana-dimana pasti kita menemukan banyak orang yang mengejar sesuatu mati-matian. Contoh seperti banyak orang yang belajar mati-matian demi mendapatkan nilai yang sempurna, bekerja mati-matian demi mendapatkan promosi ke jabatan yang lebih tinggi, berusaha mati-matian mencari uang tambahan demi memuaskan keinginan duniawi, mungkin untuk membeli mobil, rumah atau perhiasan untuk menyenangkan mata mereka. Ada satu kesamaan dari mereka semua, yakni mereka ingin menjadi sukses.

Timbul satu pertanyaan, mengapa hampir setiap orang ingin menjadi sukses? Apa arti dari kesuksesan itu sebenarnya? Apa ada cara agar kita mendapat suatu kepastian definisi dari kesuksesan yang sejati?

Begitu lama untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan ini, sampai suatu ketika ada sebuah quote yang sangat menarik tentang relasi antara kesuksesan dengan kegagalan, bunyi quote itu seperti ini "Kegagalan adalah kesuksesan yang Tuhan tidak berkenan"

Ada satu kebenaran dari quote tersebut. Hanya ada satu cara untuk mengukur kesuksesan, yakni dengan standar Tuhan. Tapi kerap kali kita bukan melihat "standar Tuhan" ini, malahan kebanyakan kita melihat dan mengukur kesuksesan menurut apa yang sudah kita capai, bukan karena Tuhan yang berkenan atas kita. Saya bisa pastikan hanya segilintir orang yang bertanya "Apa Tuhan berkenan atas kesuksesan saya ini?"

Coba anda bayangkan : seorang CEO perusahaan besar, dengan hartanya yang berlimpah, gajinya yang besar, semua keinginannya terpenuhi karena jabatannya ini. Tapi bagaimana jika apa yang ia dapatkan ini adalah dengan cara kotor? Mungkin korupsi? Sabotase? Berlaku curang?

Mungkin dunia berkata bahwa dia adalah orang yang sukses, tapi di mata Tuhan "Kesuksesan" ini adalah "KEGAGALAN BESAR"

Ketika Saul Gagal

Aku teringat akan sebuah perikop Alkitab dalam 1 Samuel 15, di mana Tuhan memerintahkan Saul untuk mengalahkan orang Amalek, dan menumpas semua yang ada di dalamnya (ay.3). Saul kemudian sukses mengalahkan mereka (ay.7), tapi berbeda dengan apa yang diperintahkan Tuhan untuk menumpas semua orang dan semua ternak, dia menangkap hidup-hidup Agag, raja orang Amalek, dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun. Dia menyelamatkan segala yang berharga (ay.8), dan dengan terang-terangan melawan perintah Tuhan.

Untuk para rakyat, Saul mungkin terlihat sukses dalam misinya, tapi di mata Tuhan, dia telah gagal dalam menjalankan misi-Nya sepenuhnya karena ketidaktaatannya. Meskipun banyak ternak yang telah dia habisi dan banyak orang Amalek yang telah dia tumpas, Tuhan sangat kecewa dengan Saul. Di ayat berikutnya, Tuhan berkata, “Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku” (ay.11).

Apa Saya Gagal?

Setelah membaca ayat diatas, mari kita refleksikan dengan diri kita. Saul yang sudah diurapi menjadi raja saja Tuhan dapat mengatakan pernyataan yang sangat keras, dan Dia juga bisa berkata seperti itu kepada anda. Bayangkan jika apa yang terjadi pada Saul juga terjadi pada anda! Bahwa Tuhan kecewa sudah mengurapi anda sebagai pemimpin atau memberikan anda talenta-talenta dan anugerah.

Benar, kita mungkin memiliki tangan yang terampil, muka yang tampan atau cantik, dan pembawaan yang baik, tetapi jika emosi, pikiran, dan perbuatan kita tidak murni, Tuhan takkan berkenan atas kita. Kadang, kita bahkan mungkin seperti Saul: Kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan, tapi tidak dengan cara yang menyenangkan-Nya. Misalnya, aku dapat mengajak jemaat menyembah dan memuji Tuhan dengan begitu percaya diri, tapi motifku bisa jadi keliru. Orang lain di sekitarku mungkin berpikir aku sukses dan aku berjalan dekat bersama Allah. Tapi Dia dapat melihat apa yang telah kuperbuat, langsung ke dalam hatiku (1 Samuel 16:7).

Jadi, kesuksesan yang sejati dicapai ketika apa yang kita lakukan berkenan kepada Tuhan. Daripada menanyakan diri kita bagaimana kita dapat sukses di mata dunia, kita seharusnya menanyakan diri kita bagaimana kita dapat sukses di mata Tuhan. Bahkan jika dunia tidak mengakui apa yang kita lakukan sebagai sebuah kesuksesan, berjuanglah untuk terus menyenangkan dan taat kepada-Nya.

Tuhan berkenan atas kita ketika kita menaati dan mendengarkan Dia, seperti yang dikatakan dalam 1 Samuel 15:22 yang berbunyi, “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” Penampilan luar tidaklah berarti bagi-Nya, apa yang ada di dalam hati kitalah yang berarti bagi-Nya. Apakah kita menaati Dia hari ini? Apakah perasaan, pikiran, dan perbuatan kita murni di hadapan-Nya?
Previous
Next Post »

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments

Berkomentarlah yang baik dan sopan, bagi komentar yang SPAM dan mengandung unsur SARA akan saya hapus. Terima kasih